Pengamanan Pancasila Dari Rongrongan G 30 SPK
PKI dapat menguasai pernerintah dengan konsepsi Nasakom Nasionalis, Agama dan komunis, dan membawa politik luar negeri Indonesia ke blok Komunis. Satu satunya penghalang bagi PKI adalah TNI AD yang tetap tegak berdiri dan berpegang teguh kepada sumpah prajurit, Sapta marga, dan Pancasila. Oleh karena itu PKI secara diam-diam menyusun dan menyusup ke dalam TNI AD dan berhasil membina beberapa orang perwira untuk mengingkari dan mengkhianati Sumpah Prajurit dan Sapta Marga serta Pancasila. Perwira perwira tersebut baik di pusat maupun di daerah yang dipengaruhi sebagai alat untuk kepentingan PKI.Pemberontakan G 30 S/PKI mempunyai bentuk yang sama dengan pernberontakan PKI Madiun. Pernberontakan diawali dengan adu domba antara aparat pemerintah, Parpol dan ABRI. Bahkan dalam gerakan G 30 S PKI dilancarkan tindakan dan fitnah TNI-AD bahkan TNI berusaha memecah kekuatan ABRI dan menjauhkan diri dari Rakyat. Situasi Jawa Tengah nampak lebih menonjol menjelang pemberontakan G 30 S/PKI. PKI dengan ormas ornasnya mengadakan aksi sepihak, penghambatan di sektor produksi, menghasut rakyat terutama para petani, demonstrasi, dan kampanye.
Pada tanggal 1 Oktober 1965, PKI mulai memberontak dengan merebut pemnerintahan yang syah. Panglima Kostrad Mayjen Suharto segera mengambil tindakan. Begitu pula Pangdam V/Jaya mengadakan operasi pemulihan keamanan ibukota dengan mengambil tindakan terhadap pasukan yang dicurigai yang telah membantu G 30 S PKI. Kemudian menyiagakan pasukan yang setia kepada Negara dan Pancasila. Selanjutnya Mayjen Suharto diberi wewenang oleh Presiden untuk melaksanakan Operasi Pemulihan Keamanan dan ketertiban. Tindakan yang diambil adalah penumpasan G 30 S/PKI, pemecatan terhadap Perwira perwira yang terlibat dan menjelaskan tentang peristiwa yang sebenarnya pada rakyat serta mencari pimpinan TNI AD yang diculik.
Adanya kerjasama segenap kekuatan TNI AD/ABR1 akhirnya dapat ditemukaan pimpinan TNI AD tersebut. Sedangkan operasi yang dilancarkan di ibukota telah dapat dipulihkan kembali. Pemberontakan telah meluas secara serentak ke daerah-daerah lain seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Jawa Tengah G 30 S/PKI juga bertualang di Kodam VII/Diponegoro karena ada oknum dari Kodam VII/Diponegoro beridiologi komunis hasil binaan PKI dibawah pimpinan Kolonel Saherman. Dia menyatakan mendukung G 30 S/PKI di Jakarta dan menyatakan sebagai Komandan G 30 S/PKI daerah Tingkat I Jawa Tengah. Kemudian mengambil alih pimpinan Kodam VII/Diponegoro. Gerakan tersebut meluas ke daerah Korem 071/MR, Korem 072/BMK, Korem 073/MR dan Brigif 6 Surakarta. Ki Korem 072/PMK ex Mayor Mulyono mengambil alih Korem, serta menculik Danrem 072/PMK Kolonel Katamso dan Kasrem 072/PMK Letkol Sugiyono. Kedua pimpinan Korem tersebut dibawa di markas batalyon L, Kentungan Yogyakarta, kemudian dibunuh dan dikuburkan disana.
Untuk merebut kembali markas Kodam VII/Diponegoro dan menguasai RRI Studio Semarang dari penguasaan G 30 S/PKI, maka dilaksanakan raidsko Semarang dengan menggerakkan pasukan Yonkav 2, Yon Armed 3, Yon Armed 11, Yon Zipur 4 dan beberapa kesatuan lainnya. Dengan tindakan yang tepat dan tegas dari Pangdam VII/Diponegoro yang dibantu kesatuan kesatuan yang setia kepada Pancasila, Kodam VII/Diponegoro dan kota Semarang dapat dikuasai kembali. Dalam rangka menanggulangi pemberontakan G 30 S/PKI di Jawa Tengah dibantu oleh pasukan RPKAD di bawah pimpinan Mayor CI Santoso kemudian kelompok Komando Para dibawah pimpinan Kolonel Sarwo Edi tiba di Semarang dan langsung mengadakan briefing dengan komandan komandan bawahannya.
Setelah pasukan Parako melapor kepada Panglima Kodam VII/Diponegoro kemudian mengadakan show of force keliling kota. Gerakan pertama dari pasukan Parako dilaksanakan dalam kota dan berhasil tanpa adanya perlawanan. Kemudian pasukan dipecah belah untuk melaksanakan pembersihan di daerah dan kota lain. Disamping pasukan RPKAD, di Surakarta telah ditugaskan pula Brigif 4 dibawah pimpinan kolonel Yasir Hadibroto. Secara bergiliran Yon E, F dan G ditempatan di Boyoloali, Klaten dan Solo, dalam waktu yang singkat situasi Jawa Tengah telah tenang kembali.
Dengan gempuran pasukan yang terus menerus menjadikan kekuatan dan kegiatan G 30 S PKI lumpuh dan ruang gerak mereka dapat dilokalisir. Bahkan dalam gerakan operasi di Surakarta berhasil menangkap gembong PKI DN Aidit yang merupakan otak dan dalang pernberontakan G 30 S/PKI. Selanjutnya untuk mengintensifkan penghancuran sisa sisa gerombolan G 30 S/PKI pimpinan Kolonel Saherman dan kawan-kawannya, maka pada tanggal 1 Desember 1965 dibentuk Komando Operasi Merapi yang dipimpin Dan Resi Parako, Sarwo Edi. Dalam operasi tersebut ex Kolonel Saherman dan kawan kawannya tertembak mati. Dengan demikian berakhirlah petualangan Saherman dan kawan kawan yang menamakan dirinya Komandan G 30 S/PKI di Jawa Tengah. Namun demikian kegiatan operasi terus dilanjutkan sehingga akhirnya berhasil menumpas G 30 S/ PKI sampai ke akar-akarnya. Secara operasional militer, keadaan Jawa Tengah sudah aman dan kewibawaan pemerintah telah pulih kembali.
Sampai pada akhir tahun 1966 kekuatan fisik G 30 S/PKI sudah dapat dihancurkan. Namun demikian operasi pembersihan terhadap G 30 S PKI tetap berlangsung terus karena masih ada sisa sisa G 30 S /PKI yang belum tegang dalam operasi militer, mereka menyelamatkan diri menyusup kepada fihak, golongan lain. Selama proses pembersihan terasa adanya keaktifan orpol PKI yaitu dengan timbulnya pemberontakan pemberontakan yang membawa korban, adu domba, timbul isu isu dan fitnah dan pernasangan plakat-plakat, sehingga menimbulkan suasana yang panas. Berkat kewaspadaan TNI, suasana konflik tersebut dapat dinormalisir kembali.
Gerakan Aceh Merdeka
GAM adalah sebuah organisasi (yang dianggap separatis) yang memiliki tujuan supaya daerah Aceh atau yang sekarang secara resmi disebut Nanggroe Aceh Darussalam lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik antara pemerintah dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya hampir sekitar 15.000 jiwa. Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra National Liberation Front (ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro yang sekarang bermukim di Swedia dan berkewarganegaraan Swedia.Pada 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah memulai tahap perundingan di Vantaa, Finlandia. Mantan presiden Finlandia Marti Ahtisaari berperan sebagai fasilitator.
Pada 17 Juli 2005, setelah perundingan selama 25 hari, tim perunding Indonesia berhasil mencapai kesepakatan damai dengan GAM di Vantaa, Helsinki, Finlandia. Penandatanganan nota kesepakatan damai dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh sebuah tim yang bernama Aceh Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN dan beberapa negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Di antara poin pentingnya adalah bahwa pemerintah Indonesia akan turut memfasilitasi pembentukan partai politik lokal di Aceh dan pemberian amnesti bagi anggota GAM.
Seluruh senjata GAM yang mencapai 840 pucuk selesai diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005. Kemudian pada 27 Desember, GAM melalui juru bicara militernya, Sofyan Daud, menyatakan bahwa sayap militer mereka telah dibubarkan secara formal.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan jika artikel ini membantu ^_^